Selamat datang di SMP NEGERI 1 SURIAN KAB SUMEDANG Assalamualaikum wr.wb. dengan RAHMAT ALLAH SWT izinkan kami mengucapkan Selamat bergabung !!! di blog SMP NEGERI 1 SURIAN KAB SUMEDANG !!! Satu Hati Satu Tujuan semoga sukses !!! amien YaRAbbl Almn

Rabu, 04 November 2009

Menyelami Dimensi Makna Tahun Baru Hijriah

“...Tutuplah masa lalu! Biarkan masa lalu yang telah mati itu mengubur dirinya...Singkirkan hari-hari kemarin yang menjerumuskan ke kematian...Beban hari esok, ditambah beban hari kemarin, memberatkan beban hari ini, sehingga hari ini tidak bisa berdiri tegak karena beban yang ditanggungnya terlalu berat. Tutuplah masa depan saerpat mungkin. Serapat anda menutup masa lampau...masa depan adalah hari ini. Tidak ada hari esok. Hari penyelamatan manusia adalah sekarang. PEMBOROSAN ENERGI, PENDERITAAN MENTAL, KEGELISAHAN DAN KESEDIHAN HATI akan menyertai orang yang kuatir akan masa depannya...”


Hari ini, tanggal 29 Desember adalah hari pertama bulan Muharrom 1430 Hijriah. Hari yang bagi sebagian kaum muslimin dianggap hari keramat, penuh dengan berkah. Dalam tardisi jawa kuno, istilah tanggal satu suro lebih santer menggaung daripada hari-hari keramat lainnya. Maka, sebuah kajian tentang substansi bulan Muharrom ini akan tampak lebih menarik jika kita hubungkan dengan dimensi spritualitas Islam dengan historisitas yang terjadi.


Substansi Tahun Baru; antara Hijrah dan Harapan
Dalam terminology khazanah Islam, tahun hijriah selalu menyimpan kesan yang mendalam. Bulan Muharrom (bulan Suro, dalam dialek jawa), sebagai pembuka bulan-bulan hijriah, selalu mengungkapkan kesadaran baru yang tiba-tiba menyentak naluri. Ada beragam absurditas yang menyeruak dalam jiwa. Ada romantisme untuk bernostalgia dengan penuh penyelaman tentang spritualitas makna hijrah; bahwa RASULULLAH saw. melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah adalah sebuah peristiwa yang niscaya. Beliau melakukannya dengan penuh kesadaran, pertimbangan, menuju kematangan dan arah yang lebih baik.

Ya, hijrah harus selalu merujuk pada setting yang lebih baik. Ibarat seorang perantau, kepercayaan pada negeri “impian” adalah modal awal dari awal perjalanannya. Itulah kemudian mengapa Rasulullah saw. mengawali perjalanan hijrahnya dengan menata niat dalam hati para sahabat. “Sesungguhnya segala amalan itu tergantung pada niatnya”, begitu pesan Rasululah sebelum para sahabat berangkat ke Madinah. Dari sini, ada pelajaran penting yang dapat dipetik, bahwa ikhlas dan tawakkal adalah modal dasar dalam melakukan pekerjaan.

Hijrah juga selalu menyimpan harapan yang mengambang. Ia selalu menyimpan letupan mimpi. Menyemai riak-riak obsesi. Manancapkan serajut asa yang barangkali akan diambil kelak, ketika hari-hari terus saja berlari, meinggalkan kita sendiri. Ketika kita mulai tahu, bahwa harapan tidak selalu selaras dengan kenyataan. Ketika kita mulai sadar, bahwa kita bukanlah apa-apa dan siapa-siapa. Maka hanya dengan doa dan usaha, hijrah dapat menuai esensinya sebagai pijakan yang mau tidak mau harus dilakukan, meski hasil yang kita panen amat menyakitkan.

Ya, hijrah dan harapan ibarat dua sisi mata uang. Tidak dapat diceraikan. Harapanlah yang membuat kita tegak berdiri, terus berlari, menyongsong mimpi-mimpi yang tak pasti. Itulah kemudian mengapa Rsulullah menanamkan i’tikad dalam memulai sebuah usaha. Mengokohkan harapan dalam bekerja. Karena kita memang tak pernah tahu, apa yang akan terjadi sedetik kemudian. Maka, di sini pulalah esensi makna hijrah dengan momentum tahun baru Hijriah ini mendapat justifikasi relevansinya. Kita mesti belajar pada rentetan waktu yang telah berlalu ….

Masa Depan, Di manakah Kau?
Kalimat yang saya kutip dari buku karangan Dale Carnegie, “Petunjuk Hidup Tentram dan Bahagia” adalah perkataan yang keluar dari mulut jebolan Oxford University, satu-satunya dokter yang mendapat Gelar kedokteran tertinggi dari kerajaan Inggris dan gelar bangsawan, yang mampu mendirikan sekolah kedokteran ‘Johns Hopkins School of Medecine’. Inilah perkataan berliannya tentang cara pandang MASA DEPAN.

Lalu, di manakah masa depan itu? Apakah masa depan adalah masa setelah kemarin? Apakah setelah masa depan masih ada masa depan lagi? Dan seterusnya…dan seterusnya…

Sebenarnya, pertanyaan masa depan adalah serentetan pertanyaan yang teramat niscaya. Pertanyaan yang kerap dilontarkan oleh para pemuda yang sedang kebingungan menatap arah dan jarak akan ditempuhya. Ya, mereka tetap bingung, karena seratus persen mereka tidak mengerti apa dan di mana masa depan itu sesungguhnya. Maka, momentum tahun baru ini sejatinya harus membuat kita sadar diri, sadar posisi, dan sadar orientasi. Bahwa dalam hidup kita mesti punya tujuan, adalah sebuah keharusan. Tetapi bagaimana konsep dan langkah-langkah untuk menggapainya, jelasa murni pilihan. Inilah makna pertama dari sebuah kedewasaan.

Ya, esensi tahun baru adalah parameter kedewasaan. Dan, proses akselerasi umur seseorang tidak mesti menambah kedewasaan pola sikap dan pola pikir yang disandangnya. Disinilah signifikansi instrospeksi diri di awal lembaran tahun ini mendapatkan legitimasinya. Jika seorang pendaki paham betul bahwa medan yang akan dilewatinya teramat terjal dan curam, mestinya dia akan lebih berbenah diri. Itulah kemudian mengapa Rasululah saw. pernah mewanti-wanti kepada Abu Dzar perihal ihwal perjalanan, “Wahai Abu dzar, perbaharuilah perahumu, karena sesungguhnya lautan teramat dalam. Ringankanlah bebanmu, karena perjalanan teramat melelahkan.”

Semoga dengan momentum tahun baru ini, kita akan lebih mawas diri. Dan pembelajaran yang telah kita lalui akan menghantarkan pada suatu pemahaman baru tentang hidup yang lebih bermakna…

Akhirnya, selamat tahun baru Hijriah 1430 H ….

0 komentar:

About This Blog

Blog Archive

Terimakasih atas kunjungan anda